PENDIDIKAN YANG MENCERDASKAN

PENDIDIKAN MERUPAKAN SALAH SATU KEBUTUHAN POKOK MANUSIA SELAIN KEBUTUHAN BIOLOGIS, DENGAN PENDIDIKAN SETIAP MANUSIA DAPAT MENGENALI DIRINYA YANG KEMUDIAN MENGENAL TUHANNYA

Selasa, 04 Agustus 2009

Pendidikan Kritis Transformatif

Sebuah Refleksi

Menuju Hidup Bahagia dengan Harga Diri Otentik

Setiap orang pasti menginginkan hidupnya bahagia. Sebagian besar waktu hidup mereka dihabiskan untuk mencari segala sesuatu yang diyakini dapat membantu mereka mendapatkan kebahagiaan dalam hidup. Kebahagiaan pada dasarnya terletak pada sejauh mana kita mampu memposisikan secara seimbang berbagai macam permasalahan hidup, dan sebaliknya, ketidakbahagiaan akan muncul ketika kita tidak dapat mengontrol dan menyelesaikan permasalahan hidup tersebut.Sebagai mahluk sosial, tentunya kita sering merasakan kebahagiaan yang muncul dari hasil interaksi dengan orang-orang di sekita kita. Kita akan merasa bahagia ketika nilai-nilai yang kita yakini dihargai oleh orang lain. Namun seringkali permasalahan hidup itu timbul karena berkaitan dengan konsep harga diri. Sebagai contoh, kita tentunya sering melihat pertengkaran orang-orang di sekeliling kita, tidak usah jauh-jauh, permasalahn internal keluarga sajalah! Perbedaan dalam keluarga memang tidak dapat dinafikan, akan tetapi haruskah karena perbedaan menghancurkan sendi-sendi keluarga yang dibangun dengan tangisan dan keringat darah, hanya akibat salah satu pihak merasa harga dirinya dilecehkan oleh yang lainnya, atau mungkin seorang pemuda yang bersedih hati karena merasa harga dirinya jatuh akibat pendapatnya atau kinerjanya selama ini tidak dihargai oleh kelurga sendiri yang akhirnya membuat arus baru.
Ketidakbahagiaan yang berkaitan dengan harga diri biasanya muncul karena kita hidup dengan standar nilai orang lain. Kita terlalu khawatir harga diri kita akan berkurang atau hilang karena nilai yang kita yakini bertentangan dengan orang lain, sehingga mereka tidak menghargai kita. Harga diri yang diukur semata-mata karena butuh pengakuan orang lain adalah harga diri yang palsu, saya katakan sekali lagi itu sama saja dengan BOHONG BESAR. Kesalahan dalam mendefinisikan harga diri sebenarnya bersumber pada kekeliruan pemahaman tentang kata “person”. Biasanya sebutan “person” dinilai tinggi sebab menunjukkan kesejatian dan keautentikan pribadi seseorang, tetapi sebenarnya tidak. Kata “person” berasal dari kata Latin “persona” yang berarti “memakai topeng” atau “pemain dalam sebuah drama”. Sudah sejak berabad-abad yang lalu di kenal bahwa menjadi “person” berarti memakai topeng atau bermain drama. Menjadi seorang “person” berarti melakukan apa yang disenangi orang lain dan tidak melakukan apa yang tidak diharapkan orang lain. Menjadi “person” berarti menjadi diri akunya orang lain.
Dalam keluarga , bersikap dan bertindak sebagai “person” sudah menjadi hal yang biasa. Untuk sebagian kader, bahkan sudah menjadi kebiasaan sebagian besar yang lainnya, karena takut menghadapi penolakan dari orang lain. Sehingga menjadi wajar ketika konsep harga diri yang berkembang hanyalah sekedar kesepakatan yang naif. Lalu konsep harga diri seperti apa yang otentik dan mampu menghasilkan kebahagiaan? Harga diri yang otentik dapat dicapai bila seseorang menyadari diri seutuhnya dan menerima keseluruhan dirinya. Harga diri yang berdasarkan pada kesadaran diri seutuhnya adalah harga diri yang dapat di percaya melebihi harga diri yang dibangun berdasarkan gambaran diri orang lain. Kepercayaan ini adalah kepercayaan yang terbaik sebagai manusia. Betapa indahnya harga diri yang dibangun atas dasar diri seutuhnya, dewasa, dan yang senyatanya. Namun kita juga harus menyadari bahwa kepercayaan yang berlebihan terhadap diri sendiri atau penerimaan “diri ideal” dapat menyebabkan kondisi yang paradoks, yakni dilema “kebanggaan” yang terkadang kebablasan dan bahkan kehilangan siapa sebenarnya kita, politik kampus memang benar sebagai pembelajaran, dan belajar memang harus sungguh-sungguh akan tetapi jangan sampai kehilangan jati diri.
Bagian diri kita yang juga dapat menyebabkan permasalahan adalah kebanggaan atau rasa bangga. Menurut anda, apakah baik memiliki rasa bangga terhadap diri sendiri atau tidak? Haruskah kita menerima kebanggaan sebagai bagian dari kepribadian kita, atau lebih baik menolaknya? Tidak mudah menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Kita perlu menelaahnya dan mengenali sisi-sisi positif dan negatif dari kebanggaan pada diri sendiri. Sisi positif kebanggaan akan terwujud jika kita mampu meletakkan kebanggaan secara wajar dan proporsional. Kebanggaan akan memancarkan atau mencerminkan diri kita seutuhnya, dewasa, dalam wujud pujian yang sehat dan wajar kepada kita. Kebanggaan juga menunjukkan bahwa kita adalah ciptaan yang indah dan dianugerahi berbagai talenta yang istimewa dari Sang Pencipta. Bila kita dapat mengembangkan dan menggunakan talenta-talenta itu secara bijaksana, maka rasa percaya diri dan harga diri kita akan semakin besar. Dengan menerima kepercayaan dan tanggung jawab atas talenta-talenta yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita, kita tidak hanya jujur kepada diri kita sendiri tetapi juga memuliakan kebesaran Tuhan.
Sebaliknya, sisi negatif dari kebanggaan akan muncul ketika kita tidak dapat memposisikan kebanggaan secara wajar. Gambaran diri yang terlalu ideal mengakibatkan sisi negatif dari kebanggaan. Kita mungkin akan menganggap bodoh diri sendiri karena tidak mampu memenuhi tuntutan gambaran diri yang terlalu ideal. Akibatnya, malah kita akan memiliki harga diri yang rendah. Kebanggaan juga akan menjadi kebanggaan yang semu bila kita membangunnya di atas angan-angan, seolah-olah kita memiliki talenta itu padahal tidak ada dalam kenyataan. Kita menipu diri dan seringkali melebih-lebihkan kemampuan kita. Maka, kesombongan juga dapat diartikan sebagai tidak mampu melakukan sesuatu namun mengaku mampu. Kebanggaan semacam ini tentunya akan mengurangi harga diri kita.
Untuk memelihara dan meningkatkan harga diri yang sejati, yang akhirnya kita akan menuai kebahagiaan, kita juga harus menerima keterbatasan-keterbatasan yang terdapat pada diri kita. Pertama, keterbatasan itu berasal dari kenyataan bahwa kita adalah mahluk ciptaan Tuhan. Kedua, keterbatasan muncul dari ciri individualitas kita. Sebagai individu kita tidak akan mampu megembangkan talenta-talenta yang dianugerahkan Tuhan tanpa bantuan orang lain. Keterbatasan ini harus kita terima secara niscaya. Ketidakmampuan dalam menerima keterbatasan-keterbatasan itu akan mengantarkan kita pada kesombongan diri yang akhirnya malah mengantarkan pada kondisi terkikisnya harga diri kita.Perasaan akan penerimaan keterbatasan akan mengantarkan kita dalam menemukan diri yang dewasa dan otentik. Karena pada dasarnya usaha kita untuk menemukan diri otentik tidak pernah akan berakhir dan tidak memiliki suatu kesimpulan yang pasti. Semakin kita menyadari keterbatasan-keterbatasan kita, justru kita akan merasakan dan mengalami keutuhan kita dan mendorong kita untuk membuka diri kepada orang lain. Maka, hadiah terbesar dari pencarian dan penemuan diri seutuhnya adalah kebahagiaan dan ketenteraman bersama orang-orang di sekitar kita.
Presented By; Muhammad Syaifullah

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda